Lautan Air Indonesia Strengthens Water Treatment Business Through The Acquisition of PT Lautan Organo Water Shares

PT Lautan Air Indonesia Perkuat Bisnis Pengolahan Air Melalui Akuisisi Saham PT Lautan Organo Water

JAKARTA, 14 April 2025 – PT Lautan Air Indonesia (LAI) memperkuat kiprahnya di industri pengolahan air dengan mengakuisisi saham di PT Lautan Organo Water (LOW). Melalui langkah ini, kepemilikan saham gabungan LAI dan PT Lautan Luas Tbk (LTL) atas LOW kini mencapai 70%, mempertegas posisi strategis LAI dalam menghadirkan solusi air terintegrasi bagi industri di Indonesia.

Aksi korporasi ini dilakukan LAI melalui pembelian 3.780 lembar saham (setara 21%) dari Organo Corporation, mitra strategis asal Jepang. Nilai transaksi tersebut mencapai Rp16,23 miliar. Penandatanganan perjanjian dilakukan pada Jumat, 11 April 2025, oleh perwakilan kedua belah pihak: Budi Hermanto selaku Managing Director PT Lautan Air Indonesia, dan Kenji Oikawa dari Organo Corporation.

“Lautan Air Indonesia menyambut langkah ini sebagai upaya memperkuat sinergi dan pengembangan teknologi serta layanan pengolahan air terintegrasi,” ujar Budi Hermanto.

PT Lautan Organo Water sendiri merupakan hasil kolaborasi antara PT Lautan Luas Tbk—induk usaha PT Lautan Air Indonesia—dan Organo Corporation yang telah terjalin sejak tahun 2013. Dengan pengalaman panjang dalam pengolahan air dan spesialisasi pada sistem rekayasa, pengadaan, dan fabrikasi, LOW berperan penting dalam menyediakan sistem pengolahan air proses, air recycle, hingga air ultramurni untuk berbagai kebutuhan industri.

Tahun ini, LAI yang sebelumnya dikenal sebagai PT Pacinesia Chemical Indonesia, genap berusia 41 tahun. Momentum ini menjadi tonggak penting dalam perjalanan perusahaan untuk membuktikan keseriusannya sebagai penyedia solusi pengolahan air yang terlengkap, terdepan, dan terpercaya untuk seluruh sektor industri di Indonesia.

Langkah ini juga memperkuat portofolio layanan WATERCARE – solusi pengolahan air menyeluruh dari hulu ke hilir – yang mendukung efisiensi operasional dan keberlanjutan industri. Didukung oleh teknologi global dari Organo dan pengalaman lokal dari PT Lautan Luas Tbk yang telah berkiprah lebih dari 70 tahun, Lautan Air Indonesia siap menjadi mitra strategis bagi pelaku industri di seluruh Indonesia.

Organic Content in Raw Water

Bagaimana Mengurangi Kandungan Organik dalam Air Baku

Ketersediaan air baku yang bersih dan berkualitas merupakan elemen fundamental dalam berbagai sektor industri, mulai dari manufaktur, energi, hingga pengolahan makanan dan minuman. Namun, kualitas air baku di banyak wilayah di Indonesia semakin dipengaruhi oleh tingginya kadar kandungan organik, baik yang berasal dari bahan alami seperti sisa tumbuhan dan hewan, maupun dari limbah domestik dan pertanian.

Kandungan organik ini umumnya berupa senyawa karbon organik terlarut (Dissolved Organic Carbon atau DOC), asam humat dan fulvat, serta mikroorganisme. Keberadaannya dalam air baku dapat menimbulkan sejumlah konsekuensi negatif, baik terhadap proses pengolahan air maupun terhadap kualitas air hasil olahan itu sendiri.

Dampak Negatif Kandungan Organik: Meningkatnya Kompleksitas Operasional

Kandungan organik yang tinggi dalam air baku dapat menyebabkan berbagai permasalahan teknis dan operasional, di antaranya.

1. Reaksi dengan Disinfektan

Senyawa organik bereaksi dengan klorin dan menghasilkan Disinfection By-Products (DBPs) seperti trihalometana (THMs), yang bersifat karsinogenik. Hal ini tidak hanya menurunkan kualitas air hasil olahan, tetapi juga berisiko terhadap kesehatan manusia.

2. Efisiensi Proses Menurun

Zat organik dapat mengganggu proses koagulasi-flokulasi, menyulitkan pembentukan flok yang stabil, sehingga mengurangi efektivitas sedimentasi dan filtrasi. Selain itu, zat organik juga dapat menyebabkan membrane fouling pada sistem filtrasi lanjutan seperti Ultrafiltrasi (UF) dan Reverse Osmosis (RO).

3. Meningkatnya Konsumsi Bahan Kimia dan Energi

Untuk mengatasi dampak dari zat organik, dibutuhkan dosis bahan kimia yang lebih tinggi serta frekuensi pencucian media filter dan membran yang lebih sering. Hal ini tentu berdampak langsung pada meningkatnya biaya operasional.

4. Perpendekan Umur Peralatan

Akumulasi zat organik dapat mempercepat kerusakan pada media filtrasi dan membran, serta menyebabkan korosi atau pengendapan pada sistem perpipaan dan peralatan lainnya.

Faktor Penyebab Peningkatan Kandungan Organik

Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap meningkatnya kandungan organik dalam air baku antara lain:

  • Perubahan iklim yang meningkatkan volume runoff membawa zat organik dari permukaan tanah ke badan air.
  • Aktivitas pertanian intensif, yang menyumbangkan bahan organik dari pupuk dan sisa tanaman.
  • Pencemaran domestik, termasuk limbah rumah tangga yang tidak terolah dengan baik.
  • Alih fungsi lahan, terutama di daerah aliran sungai (DAS), yang menyebabkan degradasi kualitas air permukaan.

Situasi ini menuntut pendekatan yang lebih cermat dan menyeluruh dalam pengelolaan serta pengolahan air baku.

Baca Juga: Mengatasi Bau Tidak Sedap dalam Air Baku: Tantangan dan Solusinya

Technical Solutions to Reduce Organic Content

Mengurangi kandungan organik dalam air baku memerlukan kombinasi teknologi, bahan kimia pengolahan, serta pemantauan kualitas air secara berkelanjutan. Berikut beberapa pendekatan yang terbukti efektif:

1. Optimalisasi Proses Koagulasi dan Flokulasi

Koagulasi merupakan tahapan awal yang krusial untuk mengikat partikel organik dalam bentuk flok. Penggunaan koagulan seperti Poly-Aluminium Chloride (PAC) dan Aluminium Chlorohydrate (ACH) terbukti efektif dalam menurunkan kadar senyawa organik terlarut. Proses ini dapat dikombinasikan dengan flokulan anionik atau kationik untuk meningkatkan efisiensi pengendapan.

Lautan Air Indonesia menyediakan beragam produk koagulan dan flokulan dengan formulasi yang telah disesuaikan untuk berbagai karakteristik air baku di Indonesia, serta layanan pengujian dosis dan instalasi sistem injeksi otomatis.

2. Filtrasi Berbasis Media Khusus

Setelah proses sedimentasi, filtrasi menggunakan media seperti:

  • Pasir silika dan antrasit untuk menghilangkan partikel tersuspensi,
  • Karbon aktif untuk menyerap senyawa organik, bau, dan rasa,
  • DMI-65 untuk mengurangi logam berat dan menangkap senyawa organik tertentu,

Media teresbut merupakan langkah penting dalam menurunkan kadar organik sebelum memasuki tahap pemrosesan lanjutan.

Lautan Air Indonesia menyediakan berbagai media filtrasi berkualitas tinggi, termasuk karbon aktif berbasis tempurung kelapa dan batu bara, serta DMI-65 untuk kebutuhan filtrasi yang lebih kompleks.

3. Pemanfaatan Teknologi Membran

Sistem Ultrafiltrasi (UF) dan Reverse Osmosis (RO) memiliki kemampuan untuk menyaring partikel dan molekul organik dengan presisi tinggi. Namun, agar teknologi membran dapat berfungsi optimal, perlu didukung oleh sistem pretreatment yang memadai untuk mencegah fouling.

Lautan Air Indonesia menyediakan sistem UF dan RO lengkap dengan desain pretreatment, antiscalant, bahan kimia pembersih membran (CIP chemicals), dan sistem pengendalian otomatis yang terintegrasi.

4. Proses Oksidasi dan Disinfeksi

Penggunaan ozon dan sinar UV terbukti mampu menghancurkan senyawa organik kompleks dan mikroorganisme. Proses ini tidak hanya mengurangi kadar organik, tetapi juga meningkatkan keamanan air dari sisi mikrobiologis.

Lautan Air Indonesia menawarkan sistem disinfeksi berbasis ozon dan UV lengkap dengan teknologi kontrol dan pemantauan kinerja untuk memastikan efisiensi dan keamanan proses.

Lautan Air Indonesia: Mitra Anda Mengatasi Tantangan Organik dalam Air

Sebagai perusahaan dengan pengalaman lebih dari 40 tahun di bidang pengolahan air, Lautan Air Indonesia memahami betul tantangan yang Anda hadapi dalam mengelola air baku berkandungan organik tinggi. Kami tidak hanya menawarkan produk, tapi juga solusi menyeluruh yang terintegrasi, antara lain:

  • Penyediaan koagulan dan flocculant sesuai karakteristik air lokal
  • Desain dan instalasi sistem filtrasi (deep filtration hingga media filter khusus)
  • Sistem Ultrafiltrasi dan Reverse Osmosis dengan pre-treatment optimal
  • Ozon dan UV System untuk pengolahan lanjutan
  • Pemantauan dan analisis laboratorium
  • Jasa Operation & Maintenance untuk memastikan sistem Anda tetap optimal

Jangan biarkan kandungan organik dalam air baku merusak sistem pengolahan Anda, menaikkan biaya operasional, atau bahkan membahayakan konsumen akhir Anda. Percayakan pada Lautan Air Indonesia untuk memberikan solusi yang efisien, andal, dan sesuai kebutuhan industri Anda.

solids floating in secondary clarifiers

Mengapa Padatan Mengapung di Clarifier Sekunder?

Clarifier sekunder merupakan komponen integral dari sistem pengolahan air limbah, yang memfasilitasi pemisahan penting biomassa lumpur aktif dari limbah yang diolah secara biologis. Tantangan operasional yang sering ditemui adalah adanya padatan yang mengapung di clarifier sekunder. Kondisi ini berdampak negatif pada kualitas limbah akhir dan efisiensi keseluruhan proses pengolahan.

Pemahaman yang komprehensif tentang faktor yang berkontribusi terhadap padatan yang mengapung di clarifier sekunder sangat penting untuk manajemen operasional yang efektif. Apa mekanisme utama yang mendorong fenomena ini?

Selain itu, strategi proaktif apa yang dapat diterapkan untuk mengurangi dan mencegah terjadinya, sehingga memastikan kinerja sistem pengolahan air limbah yang berkelanjutan dan optimal?

Padatan Mengapung di Permukaan Clarifier Sekunder

Secara prinsip, clarifier sekunder berfungsi untuk mengendapkan lumpur aktif setelah proses aerasi, sehingga air limbah yang keluar dari sistem memiliki kualitas sesuai baku mutu lingkungan. Namun dalam praktiknya, sering ditemukan flotasi lumpur atau floating sludge, yaitu kondisi di mana lumpur aktif tidak mengendap, tetapi justru mengapung di permukaan.

Masalah ini bisa muncul secara tiba-tiba maupun bertahap, dan sering kali disertai dengan penurunan kualitas efluen, misalnya meningkatnya nilai TSS (Total Suspended Solids) atau COD (Chemical Oxygen Demand).

Ketika padatan mengapung, sistem clarifier kehilangan fungsi dasarnya. Lumpur aktif yang seharusnya dikembalikan ke kolam aerasi (Return Activated Sludge – RAS) atau dibuang sebagian sebagai excess sludge, malah tertahan di permukaan. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan massa mikroorganisme, potensi short circuiting dalam clarifier, serta meningkatnya risiko pelepasan biomassa ke lingkungan.

Baca Juga: Kenapa Endapan Lumpur di Clarifier Saya Terlalu Banyak?

Dampak Serius bagi Kinerja WWTP

Masalah padatan mengapung bukanlah hal yang bisa diabaikan. Jika tidak segera ditangani, dampaknya bisa meluas.

1. Penurunan Kualitas Air Efluen

Lumpur yang mengapung dan ikut terbawa ke efluen menyebabkan peningkatan TSS dan kemungkinan mengandung mikroorganisme patogen, nitrogen, dan fosfor yang tidak terdegradasi dengan baik. Ini berisiko menyebabkan kegagalan memenuhi baku mutu lingkungan.

2. Efisiensi Proses Menurun

Dengan tertahannya lumpur aktif, jumlah biomassa dalam sistem menjadi tidak stabil. Ini memengaruhi kemampuan sistem dalam menguraikan beban organik (BOD dan COD), dan pada akhirnya menurunkan efisiensi proses biologis.

3. Overload pada Sistem Tertiary Treatment

Jika fasilitas memiliki proses penyaringan lanjutan, meningkatnya TSS dapat menyebabkan beban berlebih dan mempercepat fouling pada sistem filter atau membran.

4. Masalah Operasional dan Biaya Tambahan

Floating sludge membutuhkan penanganan ekstra, baik secara manual maupun kimia, yang tentunya berdampak pada peningkatan biaya operasional dan kebutuhan tenaga kerja tambahan.

Identifikasi Penyebab dan Perbaikan Terintegrasi

Sebelum mengambil tindakan perbaikan, penting untuk mengidentifikasi akar penyebab dari padatan yang mengapung. Beberapa penyebab umum antara lain:

1. Kekurangan Oksigen Terlarut (DO)

Jika kadar DO di kolam aerasi terlalu rendah, maka bakteri akan beralih ke kondisi anoksik atau anaerob, menghasilkan gas seperti metana atau nitrogen. Gas ini terjebak di dalam flok lumpur dan menyebabkan flok mengapung di clarifier.

2. Sludge Bulking

Sludge bulking terjadi ketika flok lumpur menjadi ringan dan tidak bisa mengendap dengan baik. Ini sering disebabkan oleh pertumbuhan filamen berlebih seperti Nocardia, Microthrix parvicella, atau Type 021N, yang memiliki kemampuan mengapung.

3. Overload Organik

Ketika beban organik terlalu tinggi, sistem tidak dapat menguraikan senyawa organik secara sempurna. Hal ini bisa mempercepat pembentukan gas dalam flok dan menyebabkan pengapungan.

Baca Juga: Bagaimana Mengurangi Kandungan Organik dalam Air Baku

4. Return Sludge Rate yang Tidak Optimal

Pengaturan laju lumpur kembali (RAS) yang terlalu rendah menyebabkan lumpur aktif mengendap terlalu lama di dasar clarifier, sehingga mengalami kondisi anaerobik lokal dan memproduksi gas.

5. Kesalahan Dosis Kimia

Penggunaan bahan kimia seperti polymer, koagulan, atau defoamer yang tidak sesuai juga bisa memperburuk flokulasi dan menyebabkan lumpur lebih ringan atau membentuk gelembung.

Pendekatan Solusi dari Lautan Air Indonesia

Sebagai perusahaan dengan pengalaman lebih dari 40 tahun di bidang solusi air, Lautan Air Indonesia menawarkan pendekatan komprehensif dan terintegrasi untuk menangani permasalahan floating sludge di clarifier sekunder. Berikut adalah layanan dan solusi yang bisa kami sediakan:

1. Audit Sistem dan Root Cause Analysis

Tim teknis kami dapat melakukan kunjungan lapangan untuk mengidentifikasi penyebab utama terjadinya padatan mengapung. Analisis ini mencakup evaluasi parameter proses, inspeksi visual, serta pengujian laboratorium.

2. Rekomendasi Operasional dan O&M Support

Berdasarkan hasil analisa, kami akan memberikan panduan operasional termasuk penyesuaian RAS/WAS rate, kontrol DO, serta strategi pembersihan clarifier. Kami juga menyediakan jasa Operation & Maintenance untuk memastikan sistem berjalan optimal.

3. Pemilihan Bahan Kimia yang Tepat

Kami menyediakan beragam bahan kimia pengolahan air seperti:

  • Koagulan: PAC, Alum, ACH, untuk memperbaiki flokulasi
  • Polimer: Anionic/Cationic untuk memperkuat flok
  • Defoamer & Odor Control: untuk menangani bau dan gelembung akibat gas

Pemilihan bahan kimia kami didasarkan pada uji jar test dan kompatibilitas dengan sistem yang ada.

4. Penggantian atau Perbaikan Peralatan

Jika ditemukan kerusakan pada sistem clarifier seperti pengaduk, skimmer, sludge scraper, atau aerator, kami juga menyediakan jasa supply dan instalasi peralatan sesuai spesifikasi teknis industri.

5. Pelatihan Operator dan Monitoring Berkala

Kami percaya bahwa sumber daya manusia adalah kunci keberhasilan sistem. Oleh karena itu, kami menyediakan pelatihan teknis bagi operator WWTP agar mampu mengelola sistem clarifier dengan baik, termasuk deteksi dini potensi floating sludge.

Masalah padatan mengapung di clarifier sekunder bisa menjadi tanda gangguan sistemik dalam pengolahan air limbah. Dibutuhkan pendekatan menyeluruh mulai dari analisa proses, perbaikan operasional, hingga solusi kimia dan peralatan untuk mengatasinya.

Lautan Air Indonesia hadir sebagai mitra terpercaya Anda dalam pengelolaan air dan air limbah industri. Dengan pengalaman puluhan tahun, layanan menyeluruh, serta dukungan teknis profesional, kami siap membantu Anda menjaga performa sistem pengolahan air limbah agar tetap andal dan sesuai regulasi. Hubungi Lautan Air Indonesia sekarang untuk konsultasi lebih lanjut.

odors in raw water

Mengatasi Bau Tidak Sedap dalam Air Baku: Tantangan dan Solusinya

Dalam berbagai industri, mulai dari manufaktur, makanan dan minuman, hingga sektor kesehatan, air bukan hanya pelengkap, melainkan komponen vital. Namun, sering kali kualitas air baku tidak memenuhi standar yang diharapkan, salah satunya ditandai dengan bau tidak sedap yang mengganggu.

Masalah bau pada air baku bukan hanya soal kenyamanan. Ini merupakan indikator adanya kontaminasi biologis atau kimiawi yang jika tidak ditangani secara tepat, dapat mengganggu proses produksi, menurunkan kualitas produk, hingga menciptakan persepsi negatif dari konsumen terhadap brand Anda.

Dampak Bau Tidak Sedap dalam Air Baku

Bau yang menyimpang dalam air baku menandakan bahwa air tersebut tidak bersih secara alami, dan berpotensi mengandung zat-zat berbahaya. Beberapa dampak yang dapat ditimbulkan, antara lain:

1. Penurunan Mutu Produk Akhir

Industri makanan, minuman, dan kosmetik sangat bergantung pada kualitas air. Bau dalam air bisa mengubah rasa, aroma, atau stabilitas produk. Konsumen akan langsung menyadari perbedaan kualitas, bahkan jika hanya terjadi perubahan sensori kecil sekalipun.

2. Gangguan pada Proses Produksi

Bau air umumnya berkaitan dengan keberadaan senyawa organik kompleks, mikroorganisme, atau senyawa gas seperti H₂S. Zat-zat ini dapat mengganggu proses reaksi kimia, fermentasi, atau sanitasi yang membutuhkan kondisi air stabil.

3. Meningkatkan Risiko Korosi dan Fouling

Beberapa zat penyebab bau seperti senyawa sulfur, besi, dan mangan dapat memicu korosi pada pipa dan peralatan industri. Selain itu, akumulasi material organik dalam sistem perpipaan juga mempercepat terjadinya fouling, sehingga mengurangi efisiensi sistem secara keseluruhan.

Baca Juga: Scaling dan Korosi pada Boiler: Ancaman Tersembunyi yang Harus Dihadapi

4. Kesulitan Memenuhi Standar Regulasi

Air yang berbau menandakan adanya parameter air yang melebihi batas aman, seperti Chemical Oxygen Demand (COD), Total Organic Carbon (TOC), atau mikroba. Hal ini menyulitkan industri untuk memenuhi persyaratan baku mutu air industri, SNI, atau bahkan standar ekspor tertentu.

5. Mengganggu Citra Perusahaan

Terutama dalam industri hospitality seperti hotel, restoran, dan rumah sakit, bau pada air keran atau kamar mandi akan langsung menciptakan pengalaman negatif bagi pengguna. Dalam era digital, keluhan pelanggan terhadap kualitas air dapat menyebar dengan cepat dan memengaruhi reputasi bisnis secara luas.

Penyebab Bau Tidak Sedap dalam Air Baku

Untuk mengatasi permasalahan bau secara efektif, penting untuk memahami apa yang menjadi penyebabnya. Secara umum, penyebab bau dalam air baku dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori:

1. Aktivitas Mikroorganisme

Bakteri, alga, dan mikroorganisme lainnya dapat menghasilkan senyawa organik yang menyebabkan bau, terutama dalam air permukaan yang stagnan. Dua senyawa utama adalah:

  • Geosmin – Menimbulkan bau tanah atau lumut, biasanya berasal dari cyanobacteria.
  • MIB (Methyl Isoborneol) – Menyebabkan bau apek atau seperti jamur, juga dihasilkan oleh alga dan mikroorganisme air.

2. Gas Terlarut seperti Hidrogen Sulfida (H₂S)

Gas ini memberikan bau khas seperti telur busuk dan umumnya ditemukan dalam air tanah atau air yang memiliki kondisi anaerob. H₂S muncul karena aktivitas bakteri pereduksi sulfat yang berkembang di lingkungan rendah oksigen.

3. Zat Organik Terlarut

Bahan organik seperti daun yang membusuk, lumut, dan limbah pertanian dapat terurai dan menghasilkan bau tidak sedap. Zat-zat ini juga meningkatkan beban organik (COD/TOC) yang memperberat proses pengolahan air.

Baca Juga: Bagaimana Cara Mengatasi Tingginya COD dan BOD dalam Air Limbah?

4. Kontaminasi dari Limbah Industri atau Domestik

Air yang tercemar limbah rumah tangga atau industri sering membawa senyawa kimia seperti fenol, amonia, atau detergen yang memberikan bau tajam, menyengat, atau bahkan seperti bahan kimia.

5. Logam Berat dan Mineral

Air dengan kandungan tinggi besi dan mangan dapat menyebabkan bau logam yang menyengat. Selain itu, keduanya dapat menodai pakaian, peralatan, dan merusak estetika air.

6. Kondisi Lingkungan

Musim kemarau panjang yang menurunkan volume air sungai atau waduk dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi senyawa penyebab bau. Selain itu, perubahan suhu air juga memengaruhi pertumbuhan mikroorganisme.

Solusi Pengolahan Bau dalam Air Baku

Permasalahan bau dalam air baku tidak bisa diatasi dengan satu solusi tunggal. Diperlukan pendekatan terpadu yang menggabungkan analisis sumber masalah dan strategi pengolahan yang tepat. Berikut adalah beberapa metode yang terbukti efektif:

1. Uji Kualitas Air dan Konsultasi Teknis

Sebelum menentukan sistem pengolahan, sangat penting untuk melakukan uji laboratorium secara komprehensif, mencakup:

  • Parameter organik: COD, TOC, BOD
  • Kandungan mikrobiologis
  • Kandungan logam dan gas terlarut

Lautan Air Indonesia menyediakan layanan analisa air lengkap beserta dukungan konsultasi teknis untuk merancang sistem yang sesuai dengan kebutuhan spesifik pelanggan.

2. Sistem Aerasi

Aerasi digunakan untuk menghilangkan gas terlarut seperti H₂S, meningkatkan oksidasi logam seperti besi dan mangan, serta membantu mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme anaerob. Sistem aerasi dapat dirancang secara mekanik atau dengan teknologi venturi.

3. Ozonisasi (Ozone Treatment)

Ozon adalah oksidator kuat yang mampu menghancurkan senyawa organik kompleks, membunuh mikroorganisme penyebab bau, serta memperbaiki kualitas warna dan rasa air. Ozonisasi juga tidak meninggalkan residu berbahaya seperti halnya disinfektan kimia.

4. Karbon Aktif

Teknologi adsorpsi menggunakan karbon aktif sangat efektif untuk menghilangkan bau, rasa, dan warna pada air. Karbon aktif menyerap senyawa organik kecil seperti geosmin dan MIB.

Lautan Air Indonesia menyediakan berbagai jenis karbon aktif—granular dan powder—berbasis tempurung kelapa maupun coal.

5. Koagulasi dan Flokulasi

Untuk menangani bau akibat bahan organik terlarut, kombinasi koagulan dan flokulan diperlukan untuk mengendapkan partikel halus dan senyawa penyebab bau. Jenis koagulan seperti PAC, ACH, atau Aluminium Sulfate bisa digunakan sesuai karakteristik air.

Lautan Air Indonesia memiliki pabrik koagulan di Indonesia, memastikan kecepatan distribusi dan stabilitas pasokan bahan kimia pengolahan air.

6. Filtrasi Multi-Tahap

Penggunaan filter media berlapis seperti pasir silika, antrasit, DMI-65, dan karbon aktif mampu menyaring zat pencemar secara fisik dan kimiawi. Sistem filtrasi ini bisa digunakan sebagai bagian dari unit pre-treatment maupun post-treatment.

7. Sinar UV untuk Disinfeksi

UV disinfection sangat efektif untuk menonaktifkan bakteri dan alga yang berkontribusi terhadap bau. Teknologi ini tidak menggunakan bahan kimia dan tidak menimbulkan produk samping berbahaya.

Hilangkan Bau Tidak Sedap dalam Air Baku dengan Lautan Air Indonesia

Masalah bau tidak sedap dalam air baku sering kali disebabkan oleh kontaminasi bahan organik, pertumbuhan mikroorganisme, logam terlarut seperti besi dan mangan, hingga gas seperti hidrogen sulfida (H₂S). Dampaknya tidak hanya terbatas pada kualitas air, tetapi juga bisa mengganggu proses produksi, menimbulkan aroma tak sedap pada produk akhir, serta mempercepat korosi peralatan industri.

Lautan Air Indonesia hadir dengan solusi terintegrasi untuk mengatasi bau dalam air baku, dimulai dari analisa karakteristik air, pemilihan bahan kimia seperti koagulan, flokulan, dan disinfektan, hingga penyediaan media filter seperti karbon aktif dan DMI-65. Kami juga menyediakan sistem pengolahan seperti ozonisasi, UV disinfection, dan carbon filter modular yang dirancang sesuai kebutuhan industri. Didukung layanan operasi dan pemeliharaan (O&M), pelatihan operator, hingga kontrol berbasis IoT, kami memastikan sistem Anda berjalan optimal dan berkelanjutan.

Percayakan kebutuhan pengolahan air Anda pada Lautan Air Indonesia, mitra dengan pengalaman lebih dari 40 tahun. Hubungi kami untuk konsultasi dan solusi pengolahan air yang andal, efisien, dan sesuai dengan kebutuhan industri Anda.

increase ro recovery rate

Cara Meningkatkan Recovery Rate RO untuk Efisiensi Optimal

Reverse Osmosis (RO) adalah teknologi filtrasi air yang sangat efektif dalam menghasilkan air bersih dengan kualitas tinggi. Namun, salah satu tantangan utama dalam operasional sistem RO adalah rendahnya recovery rate, yaitu persentase air baku yang berhasil dikonversi menjadi air bersih. Jika recovery rate rendah, maka volume air yang terbuang sebagai reject (brine) menjadi lebih besar, meningkatkan biaya operasional dan mengurangi efisiensi penggunaan air.

Banyak industri dan fasilitas pengolahan air menghadapi kendala ini. Mereka ingin meningkatkan recovery rate untuk mengoptimalkan konsumsi air baku dan menekan biaya pembuangan limbah, tetapi sering kali menghadapi berbagai hambatan, seperti:

  • Fouling pada Membran – Akumulasi kontaminan pada membran yang menghambat kinerjanya.
  • Scaling – Endapan mineral yang mengurangi kapasitas filtrasi membran.
  • Tingginya Tekanan Operasional – Semakin tinggi tekanan yang dibutuhkan, semakin besar konsumsi energi dan biaya operasional.
  • Penurunan Kualitas Air Permeate – Meningkatkan recovery rate secara sembarangan dapat menyebabkan peningkatan TDS dan kontaminan lainnya dalam air hasil.

Tanpa solusi yang tepat, masalah ini dapat mengakibatkan downtime yang lebih sering, umur membran yang lebih pendek, dan biaya operasional yang meningkat.

Konsekuensi Jika Recovery Rate Tidak Ditingkatkan

Ketika recovery rate RO tidak dioptimalkan, dampak negatifnya tidak hanya dirasakan dari segi operasional, tetapi juga dalam aspek keberlanjutan dan kepatuhan regulasi. Beberapa dampak buruk dari recovery rate yang rendah meliputi:

  • Pemborosan Air Baku – Air yang dibeli atau diambil dari sumber alam tidak dimanfaatkan secara maksimal, meningkatkan konsumsi sumber daya yang seharusnya bisa diminimalkan.
  • Biaya Pembuangan Limbah yang Tinggi – Semakin banyak air yang dibuang sebagai brine, semakin besar biaya pengolahan dan pembuangannya.
  • Efisiensi Energi yang Buruk – Dengan recovery rate yang rendah, energi yang digunakan dalam proses osmosis tidak optimal, meningkatkan biaya listrik secara signifikan.
  • Dampak Lingkungan – Pembuangan limbah cair dengan konsentrasi garam yang tinggi dapat mencemari lingkungan dan berkontribusi pada masalah ekologi.

Jika perusahaan tidak segera menangani masalah ini, maka biaya operasional akan terus meningkat, efisiensi akan menurun, dan potensi kepatuhan terhadap regulasi lingkungan bisa terganggu.

Baca Juga: Bagaimana Cara Mencegah Pembentukan Biofilm dalam Sistem RO

Cara Efektif Meningkatkan Recovery Rate RO

Agar sistem RO bekerja secara optimal dengan recovery rate yang lebih tinggi, berikut beberapa solusi yang bisa diterapkan.

1. Peningkatan Pretreatment Air Baku

Fouling dan scaling adalah dua faktor utama yang menyebabkan penurunan recovery rate. Oleh karena itu, tahap pretreatment harus dioptimalkan dengan langkah berikut:

  • Menggunakan filter multimedia untuk mengurangi kandungan padatan tersuspensi sebelum masuk ke membran RO.
  • Aplikasi koagulan dan flocculant untuk mengurangi kandungan organik yang dapat menyumbat membran.
  • Pemasangan softener atau anti-scalant untuk mencegah terbentuknya kerak akibat ion kalsium dan magnesium.

2. Optimasi Pengoperasian RO

Pengaturan sistem RO yang baik dapat meningkatkan recovery rate tanpa mengorbankan kualitas air hasil. Beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain:

  • Menyesuaikan tekanan operasi agar tetap dalam rentang optimal tanpa menyebabkan tekanan berlebih yang mempercepat fouling.
  • Memantau dan mengontrol laju aliran agar tidak terjadi konsentrasi ion yang terlalu tinggi di bagian reject.
  • Menggunakan konfigurasi multi-stage RO yang memungkinkan pemanfaatan kembali reject dari tahap pertama ke tahap kedua untuk meningkatkan efisiensi pemisahan air.

Baca Juga: Kualitas Limbah Buruk di Tangki Klarifikasi: Mengidentifikasi dan Menyelesaikan Masalah Laju Aliran

3. Penerapan Teknologi Canggih

Dengan perkembangan teknologi, ada beberapa metode inovatif yang dapat membantu meningkatkan recovery rate tanpa merusak membran:

  • Membran dengan Teknologi Antifouling – Membran terbaru telah dilengkapi dengan lapisan khusus yang lebih tahan terhadap fouling dan scaling.
  • Energy Recovery Device (ERD) – Alat ini memungkinkan pemanfaatan kembali energi dari aliran reject, mengurangi konsumsi daya secara signifikan.
  • Sistem Continuous Membrane Cleaning (CMC) – Sistem ini memungkinkan pembersihan membran tanpa harus melakukan shutdown, sehingga mengurangi downtime dan memperpanjang umur membran.

4. Perawatan dan Pemeliharaan yang Terjadwal

Tanpa pemeliharaan yang baik, sistem RO akan mengalami penurunan performa yang drastis. Beberapa langkah perawatan yang disarankan adalah:

  • Pembersihan membran secara berkala dengan bahan pembersih yang sesuai untuk menghilangkan deposit organik dan anorganik.
  • Monitoring parameter operasi seperti pH, tekanan, dan konduktivitas untuk mendeteksi masalah lebih awal.
  • Pengecekan rutin pada pompa dan valve untuk memastikan tidak ada kebocoran atau malfungsi yang dapat mengganggu kinerja sistem.

5. Berkonsultasi dengan Ahli Air dari Lautan Air Indonesia

Mengoptimalkan recovery rate RO bukanlah tugas yang mudah, terutama jika setiap fasilitas memiliki karakteristik air baku yang berbeda-beda. Oleh karena itu, berkonsultasi dengan ahli pengolahan air yang berpengalaman dapat membantu dalam memilih strategi yang paling sesuai.

Lautan Air Indonesia menawarkan berbagai layanan dan produk untuk meningkatkan kinerja sistem RO Anda, termasuk:

  • Analisis dan audit sistem RO untuk mengidentifikasi penyebab utama rendahnya recovery rate.
  • Pasokan bahan kimia berkualitas tinggi seperti anti-scalant dan koagulan untuk meminimalkan fouling dan scaling.
  • Desain dan pemasangan sistem RO yang lebih efisien dengan konfigurasi yang disesuaikan dengan kebutuhan industri Anda.
  • Layanan maintenance dan troubleshooting untuk memastikan sistem RO berjalan dengan performa optimal sepanjang waktu.

Optimalkan Recovery Rate RO Bersama Lautan Air Indonesia

Meningkatkan recovery rate RO adalah langkah penting dalam mengoptimalkan penggunaan air dan mengurangi biaya operasional. Dengan pendekatan yang tepat, seperti perbaikan pretreatment, optimasi pengoperasian, penerapan teknologi terbaru, serta perawatan berkala, sistem RO dapat bekerja lebih efisien dan lebih hemat energi.

Lautan Air Indonesia siap membantu Anda dalam meningkatkan efisiensi sistem RO melalui solusi yang teruji dan layanan profesional. Hubungi kami sekarang untuk mendapatkan konsultasi dan solusi terbaik bagi kebutuhan pengolahan air Anda!

Jangan biarkan recovery rate yang rendah menghambat efisiensi operasional Anda – optimalkan sistem RO Anda dengan Lautan Air Indonesia hari ini!

1 2 3 9